Selasa, 30 Maret 2010

Autisme dan Kesenyapan

1. Autisme dan Kesenyapan

Umumnya anak penyandang autisme cenderung pendiam. Manakala berada di tengah-tengah mereka, jangan berharap mendengar suara atau gurauan mereka. Senyap itulah yang didapatkan saat para penyandang autisme sedang berkumpul walau pada suasana santai sekalipun. Walau ada penyandang autisme yang cenderung suka berbicara, tetapi apabila didengarkan secara saksama, akan diketahui bahwa apa yang dibicarakan itu semacam “igauan” saja, bukan bahasa bermakna. Mereka hanya mampu mengulang-ulang kata yang didengarnya (membeo). Lebih-lebih mereka yang belum mendapat pendidikan dan latihan, mereka bisa diibaratkan sebagai anak-anak “aneh” yang sulit disentuh dengan bahasa. Kondisi ini sangat memrihatinkan mengingat bahasa adalah sarana komunikasi untuk menjalin interaksi sosial, tidak terkecuali bagi penyandang autisme.
Mereka pun membutuhkan bahasa untuk mengungkapkan rasa, cipta, dan karsanya.
Keterbatasan kemampuan berbahasa mengakibatkan mereka menjadi terasing dari orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya. Keterasingan dan ketidakberdayaan mereka ini kadang memunculkan reaksi yang mungkin bagi orang di sekitarnya terasa tidak lazim. Hal ini disebabkan pengekspresian ketidaksesuaian respon yang diharapkan diwujudkan dalam bentuk ungkapan emosi seperti, menangis; marah; memukul-mukul; dan mondar-mandir.

Judul: Bahasa dan Autisme: Kekuatan Bahasa Menembus Kesenyapan
Pengarang: Sutarsih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar