Kamis, 25 Februari 2010

Jika Si Kecil Kelewat Aktif

Rasa ingin tahu yang besar tapi impulsif membuat anak hiperaktif berbakat menjadi pecandu narkoba.

Bila anak balita Anda tidak bisa diam, kerap agresif terhadap teman-temannya, sebaiknya periksakan dia ke psikolog atau psikiater anak. Bisa jadi dia tergolong anak yang hiperaktif atau attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Hiperaktif adalah keadaan neurologik-perilaku dengan gejala yang meliputi kurangnya perhatian, mudah beralihnya perhatian, hiperaktivitas, dan gelisah yang berlebihan. "Anak sering melakukan tindakan-tindakan yang bersifat implusif, tanpa memperhatikan situasi," ujar Dokter Dharmawan A. Purnama, psikiater dan staf pengajar Universitas Tarumanagara, Jakarta, Selasa lalu. Psikiater lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 2008 itu memperkirakan 3-7 persen dari anak usia sekolah dan 4 persen orang dewasa di Indonesia menderita ADHD. Dibandingkan dengan anak perempuan, anak lelaki lebih banyak menyandang ADHD dengan perbandingan 3 : 1.
Biasanya,gejala hiperaktif mulai dikenali saat usia sekolah, meski dapat didiagnosis pada semua umur. Bila dibiarkan, anak akan sulit menyesuaikan diri di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan, lebih dari 30 persen anak dengan ADHD mengulang kelas selama setahun di sekolah. Nilai akademis dan pencapaian skor mereka di sekolah sering kali di bawah rata-rata kelas.
Bila tidak ditangani secara baik, pada usia remajanya anak hiperaktif akan suka mencoba-coba. Penelitian menunjukkan, sekitar 75 persen remaja hiperaktif tanpa pengobatan menjadi pecandu narkoba. Sedangkan yang menjalani pengobatan hanya 25 persen yang menyalahgunakan narkoba. "Kecenderungan mereka menjadi pengguna narkoba karena salah satu sifat anak hiperaktif adalah rasa ingin tahunya besar tapi impulsif,"

Namun, sejauh ini belum ada bukti penyebab biologis seorang anak menderita hiperaktif. Kebanyakan penelitian menunjukkan adanya gen hiperaktif yang diturunkan oleh orang tua. Bila ada riwayat keluarga yang hiperaktif, ada kemungkinan generasi selanjutnya juga hiperaktif.

Penyebab lain adalah gangguan pada kehamilan: ibu yang merokok, stres yang ekstrem saat hamil, atau terpapar alkohol. Penyebab lainnya adalah kekurangan oksigen ketika akan melahirkan, sehingga terjadi luka otak akibat trauma. Anak-anak yang lahir prematur pun berisiko hiperaktif.
Menurut Dharmawan, penanganan anak hiperaktif bisa dengan pemberian obat yang mengurangi perilaku hiperaktif dan membuatnya lebih fokus. Namun, obat tidak menyelesaikan masalah. Terapi perilaku juga diperlukan.

Sumber: Dharmawan A. Purnama,koran TEMPO,Edisi 25 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar