Kamis, 25 Februari 2010

SEMINAR CURRENT TREATMENT AND MANAGEMENT OF ADHD

Latar Belakang

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai dengan inattention (gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi) ,impulsif (berbuat dan berbicara tanpa memikirkan akibatnya), dan hiperaktif yang tidak sesuai dengan umurnya. Keadaan ini dijumpai pada 4-12% di antara anak sekolah dan sering ditemukan pada laki-laki.

Gejala ADHD harus terlihat di berbagai tempat yang berbeda, misalnya di rumah, di sekolah, di tempat rekreasi, dan lainnya. Gejala ADHD biasanya sedemikian beratnya sehingga tidak dapat ditoleransi oleh orang tua, guru, dan temannya. Akibat perilakunya yang agresif, impulsif, dan tidak mengikuti peraturan, sering kali mereka dijauhi oleh teman-temannya. Kondisi ini membuat mereka kehilangan rasa percaya diri, menarik diri, dan depresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30-80% kasus ADHD menetap pada masa remaja, bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja, dapat memunculkan masalah lain seperti kenakalan remaja, gangguan kepribadian anti-sosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan NAPZA. Orang dewasa dengan ADHD sering bertengkar dengan pimpinannya, sering pindah pekerjaan, dan dalam melaksanakan tugasnya seringkali terlihat tidak tekun.

Diagnosis ADHD tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium atau alat kedokteran, sekalipun wawancara terhadap orang tua merupakan hal penting. Selain itu, diperlukan laporan dari sekolah mengenai gangguan tingkah laku, kesulitan belajar, dan kurangnya prestasi akademis oleh gurunya.

Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu tim kerja yang terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis saraf, psikolog, pendidik, dan pekerja sosial. Penanganan ADHD memerlukan evaluasi jangka panjang dan berulang untuk dapat menilai keberhasilan terapi. Pe- nanganan ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi perilaku, dan perbaikan lingkungan.
Akhirnya, yang sering juga menjadi pertanyaan adalah bagaimana gizi untuk anak ADHD? Apakah gula, minuman ringan, dan roti yang mengandung gandum dapat menyebabkan hiperaktifitas, sehingga perlu dihindari? Semua ini akan dibahas secara komprehensif dan holistik pada seminar ini. Karenanya, jangan lewatkan kesempatan ini.

Sumber : www. Atmajaya.com

Olahraga untuk melatih konsentrasi bagi anak ADHD

Permainan olah raga yang melatih konsentrasi seperti bulu tangkis, basket cukup membantu melatih konsentrasi anak dengan ADHD untuk fokus pada bola. Latihan oleh raga bela diri yang benar (bukan hanya diajarkan memukul tetapi juga filosofi dari bela diri dan \'meditasi\' untuk melatih \'fokus\') juga melatih konsentrasi dan ketekunan dalam meraih warna-warna sabuk yang harus dilalui sampai mendapatkan sabuk hitam.
Olah raga juga menjadi sarana \'menguras\' energi yang seakan tak ada habis-habisnya pada anak dengan ADHD. Permainan-permainan kecerdasan yang sekarang banyak dijual di toko mainan termasuk menyusun puzzle juga dapat melatih anak berkonsentrasi.

Sumber : Johnson&Johnson Indonesia, Dr. Dharmawan A. Purnama,SpKJ

Jenis Permainan bagi anak ADHD

Jenis permainan
Pada dasarnya, semua jenis permainan mempunyai tujuan yang sama yaitu bermain dengan menyenangkan! Yang membedakan adalah pengaruh atau efek dari jenis permainan tersebut. Ada dua jenis permainan, yaitu: Permainan Aktif dan Permainan Pasif. Permainan aktif dan pasif iini hendaknya dilakukan dengan seimbang.

•permainan olah raga (sport):
Bagi orang dewas, olahraga bukan lagi menjadi sebuah permainan tetapi sesuatu yang serius dan kompetitif. Namun bagi anak, olah raga bisa menjadi satu permainan yang menyenangkan yang mengandung kesenangan, hiburan, dan bermain, tetapi tidak juga terlepas dari unsur partisipatif dan keinginan untuk unggul. Dalam permainan olahaga anak mengembangkan kemampuan kinestetik dan pengembangan motivasi untuk menunjukkan keungulan dirinya (penekanan bukan pada persaingan tapi pada kemampuan) memberi kekuatan pada dirinya sendiri serta belajar mengembangkan diri setiap waktu.
•Permainan perkelahian (body contact):
Jenis permainan ini termasuk permainan modern, tapi banyak orang tua maupun guru memandangnya skeptic dan cemas, ini beralasan dari efek yang mungkin serius. Permainan ini merupakan jenis permainan modifikasi yang menuntut keseriusan anak untuk memenuhi kebutuhan akan kekuasaan. Hal tersebut sehat dan positf bagi anak, berguna untuk menguji keunggulan dan kekuatan di lingkungan sekitar. Jenis permainan ini adalah untuk menguji kemampuan dan pemikiran anak dalam dunia nyata dengan segala akibatnya.
Katagori permainan pasif
•Permainan mekanis
Seiring perkembangan, jaman dan teknologi memberi pengaruh besar dalam perkembangan jenis permainan untuk anak. Alat teknologi canggih seperti komputer bukan lagi milik orang dewasa, tapi telah menjadi barang biasa buat anak-anak.
Berbagai games atau permainan virtual telah tersedia di dalamnya (computer). Bermain komputer tidak sama dengan bermain bersama teman, anak bermain sendiri dengan kesenangannya.

Sisi negatif
Sisi negatif permainan mekanis ini adalah kurangnya pembentukan sikap anak untuk menerima dan memberi (take and give). Anak memegang kendali penuh atas "teman mainnya" dan "si teman mainnya" akan melakukan apapun yang diinginkan anak. Kendali penuh ini akan menimbulkan reaksi serius bila anak menyalurkannya dalam pertemanan di lingkungan sosialnya.

Sisi positif,hal positif anak memiliki keterampilan komputer yang akan diperlukan anak sebagai sarana hidupnya.
•Permainan fantasi
Fantasi merupakan praktik permainan yang khusus dilakukan sendiri. Anak dapat membentuk dunia sesuai dengan keinginannya (imaginasi).Sebaiknya, orang tua tidak memaksa anak untuk selalu bermain dengan teman-temannya karena akan menciptakan kesan bahwa bermain sendiri itu salah.

Permainan fantasi selain proses kreatif mengembagkan kemampuan sisi otak kanan, juga untuk pembentukan kecerdasan interpersonal (salah satu dari delapan kecerdasan teori multiple intelligence, Howard Garner)

sumber :AsianBrain.com Content Team

Permainan Anak

Bermain cara efektif untuk belajar
Padahal, jika semua orangtua tahu dan menyadari bahwa aktivitas gerak dan suara anak (bisa disebut bemain) adalah cara yang paling efektif untuk anak belajar sesuatu. Sebab, bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak.
Lewat permainan, anak akan mengalami rasa bahagia. Dengan perasaan suka cita itulah syaraf/neuron di otak anak dengan cepat saling berkoneksi untuk membentuk satu memori baru. Itulah sebabnya mengapa anak-anak dengan mudah belajar sesuatu melalui permainan.

Perlunya bermain
•Belajar dari permainan (Learning by playing)
Permainan seharusnya memiliki nilai seimbang dengan belajar. Anak dapat belajar melalui permainan (learning by playing). Banyak hal yang dapat anak pelajari dengan permainan, keimbangan antara motorik halus dan motorik kasar sangat memengaruhi perkembangan psikologi anak. Seperti kata Reamonn O Donnchadha dalam bukunya The Confident Child "Permainan akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah".
•Permainan mengembangkan otak kanan
Disamping itu tentu saja anak mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan perasaan realistis akan dirinya. Bermain melalui permaianan memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan otak kanan, kemampuan yang mungkin kurang terasah di sekolah maupun di rumah.
•Permainan mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak Dalam permainan kelompok, anak belajar tentang sosialisasi yang menenpatkan dirinya sebagai mahluk sosial. Anak mempelajari nilai keberhasilan pribadi ketika berhasil memasuki suatu kelompok. Ketika anak memainkan peran "baik" atau "jahat" membuat anak kaya akan pengalaman emosi, anak akan memahami perasaan yang terkait dari ketakutan dan penolakan dari situasi yang dia hadapi.

Dengan kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk mempraktikkan rasa percayanya kepada orang lain dan kemampuan dalam bernegosiasi, memecahkan masalah (problem solving) atau sekedar bergaul dengan orang sekitarnya.

sumber : Oleh: AsianBrain.com Content Team

PENERAPAN TERAPI “BACK IN CONTROL (BIC)” PADA ANAK ADHD

TERAPI “BACK IN CONTROL (BIC)”

Program terapi “Back in Control” dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer. Program terapi ini unik karena dikatakan lebih baik daripada intervensi reward/punishment bagi anak-anak dengan ADHD. Program ini berbasis kepada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh. Jadi, program ini lebih kepada sistem training bagi orang tua yang kemudian diharapkan dapat menciptakan sistem tata aturan yang berlaku dirumah sehingga dapat merubah perilaku anak. Demi efektivitas program, maka nantinya orang tua akan bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya, ketika dia di sekolah. Orang tua harus selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-sama dengan pihak sekolah maka orang tua sangat memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses monitoring dan evaluasi.

Dalam program ini, tugas orang tua adalah:
1.Orang tua mendefinisikan aturan secara jelas dan tepat (kita perjelas apa yang kita mau, tidak kurang tidak lebih). Kita buat aturan sejelas mungkin sehingga pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaannya tanpa banyak penyimpangan.
2.Jalankan aturan tersebut dengan ketat.
3.Jangan memberi imbalan atau hukuman pada sebuah aturan. Jalankan saja.
4.Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan kata-kata kunci yang tidak akan diperdebatkan, misalnya “kamu harus….meskipun…..”

Beberapa masalah yang muncul dalam pelaksanaan program ini antara lain :
1.Kebanyakan orang tua kurang bersedia memberikan reward, sedikit yang benar-benar tidak memberikan hukuman.
2.Kebanyakan orang tua kesulitan menahan untuk berteriak ketika marah kepada anak mereka. Sebenarnya, hal ini justru membuat anak merasa menang dan mengalihkan anak dari aturan yang sebenarnya.
Demikian paparan ringkas tentang terapi BIC untuk penyandang ADHD dan untuk lebih jelasnya, saya mencoba menyusun satu program untuk satu kasus ADHD sebagai ilustrasi bagaimana terapi BIC diterapkan.

sumber :ARTIKEL, Psikologi - 06 May 2008

Definisi ADHD menurut DSM IV

Menurut DSM-IV definisi ADHD sendiri adalah sebagai berikut:

A. (1) atau (2)
(1)memenuhi 6 atau lebih gejala kurangnya pemusatan perhatian paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan;
(2)memenuhi 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
B. Gejala kurangnya pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum usia 7 tahun.
C. Gejala-gejala tersebut muncul dalam 2 seting atau lebih (di sekolah, rumah, atau pekerjaan)
D. Harus ada bukti nyata secara klinis adanya gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi mengikuti gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dilihat bersama dengan gangguan mental lain (gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian).

Gejala-gejala yang muncul sebagai bentuk kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas terkadang berpengaruh terhadap pengalaman belajar anak karena anak yang menunjukkan gejala-gejala tersebut biasanya akan terlihat selalu gelisah, sulit duduk dan bermain dengan tenang, kesulitan terlibat dalam kegiatan yang mengharuskan antri, menjawab pertanyaan sebelum selesai ditanyakan, kesulitan mengikuti instruksi detail, kesulitan memelihara perhatian dalam waktu panjang ketika mengerjakan tugas, dan sering salah meletakkan barang.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa gejala-gejala pada anak ADHD muncul karena mereka tidak dapat menghambat respon-respon impulsif motorik terhadap input-input yang diterima, bukan ketidakmampuan otak dalam menyaring input sensoris seperti cahaya dan suara (Barkley, 1998).

Walaupun banyak penelitian sudah dilakukan namun sampai saat ini para ahli belum yakin apa penyebab ADHD, namun mereka curiga bahwa sebabnya berkait dengan aspek genetik atau biologis, walaupun mereka juga percaya bahwa lingkungan tumbuh anak juga menentukan perilaku spesifik yang terbentuk. Beberapa faktor yang banyak diduga memicu munculnya gejala ADHD adalah: kelahiran prematur, penggunaan alkohol dan tembakau pada ibu hamil, dan kerusakan otak selama kehamilan. Beberapa faktor lain seperti zat aditif pada makanan, gula, ragi, atau metode pengasuhan anak yang kering juga diduga mendukung munculnya gejala ADHD walaupun belum didukung fakta yang meyakinkan.

sumber : ARTIKEL, Psikologi - 06 May 2008

Terapi KOmprehensif bagi ADHD

Penanganan ADHD melalui terapi komprehensif itu meliputi:

1.Terapi Farmakologi
Rencana pengobatan harus dibuat secara individual, tergantung gejala dan efeknya terhadap kehidupan sehari-hari. Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa kombinasi obat dan terapi lain memberi hasil paling baik.Pengobatan diberikan bila gejala impulsivitas, agresivitas, dan hiperaktivitas cukup berat sehingga menyebabkan gangguan di sekolah, di rumah, atau hubungan dengan teman. Pengobatan bertujuan menghilangkan gejala dan sangat memudahkan terapi psikologis. Lamanya pengobatan tergantung ada atau tidaknya gejala yang ingin dihilangkan.
2.Terapi Perilaku
Terapi psikososial/perilaku, seperti pelatihan kemampuan sosial, dapat dianjurkan sebagai terapi awal bila gejala ADHD cukup ringan, diagnosis ADHD belum pasti, atau keluarga memilih terapi ini. Namun, untuk jangka panjangnya, terapi perilaku saja tidak cukup dalam menangani ADHD
3.Terapi Kombinasi
Inilah terapi yang diyakini terbaik karena dibarengi dengan makan obat, sedangkan terapi perilaku dapat membantu pengelolaan gejala-gejala ADHD dan mengurangi dampaknya pada anak.Cara terbaik adalah bekerja sama dengan seorang terapis berpengalaman dalam masalah perilaku, lalu rajin berkonsultasi dengan dokter yang fokus menangani anak ADHD untuk memonitor perkembangan anak.Terapi perilaku bermanfaat membentuk self control pada anak sehingga bila sudah terbentuk, dosis obatnya akan dikurangi secara bertahap sampai akhirnya anak tidak memerlukan lagi.

Sumber : www.kompas.com

Mengendalikan Emosi Anak Hiperaktif

ISI
Sekali lagi tentang anak yang masuk golongan Attention Deficit Hyperacitivity Disorder. Ciri utamanya adalah kesulitan untuk berkonsentrasi dan mengendalikan emosi serta perilakunya. Ada yang hanya mengalami kesulitan memusatkan perhatian untuk kurun yang lama; ada pula yang tidak dapat mengendalikan perilaku dan emosinya akibat energi yang berlebihan. Kali ini kita hanya akan membahas tentang emosi dan perilakunya yakni bagaimanakah kita sebagai orangtua dapat menolongnya mengendalikan emosi dan perilakunya. Ada beberapa langkah yang dapat kita ajarkan dan semuanya tercantum dalam akronim STAR.
STOP
Kita mengajarkannya untuk berhenti dan tidak melakukan apa-apa tatkala anak tengah marah. Pertama, kita melatihnya untuk mengontrol pernapasannya yakni menarik napas yang panjang dan melepaskannya perlahan-lahan. Kedua, kita mengajarkannya untuk merilekskan pundaknya. Ketiga, kita mengajarkannya untuk mendengarkan pernapasannya. Keempat, bila memungkinkan kita mengajarkannya untuk meninggalkan situasi yang membuatnya marah itu.
THINK
Anak yang mengidap ADHD cenderung peka secara berlebihan dan hal ini membuatnya mudah tersinggung dan marah. Setelah ia mampu untuk stop, langkah berikutnya adalah mengajarkannya untuk berdialog dengan diri sendiri. Dalam dialog ini, ia harus menjawab pertanyaan, "Apakah ini ditujukan kepada saya dengan maksud untuk membuat saya marah?" Dengan kata lain, kita memintanya untuk berpikir obyektif dan luas.
RESPOND
Jika jawaban terhadap pertanyaan itu adalah ya, ditujukan kepadanya untuk membuatnya marah, maka langkah berikutnya adalah mengajarkannya untuk menimbang respons seperti apakah yang seharusnya ia berikan. Di sini kita perlu mengajarkannya tentang kehendak Tuhan yakni tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Kita pun dapat mengajarkannya untuk memikirkan alternatif yang lain, misalkan berbicara langsung kepada pihak yang bersangkutan atau melaporkannya kepada kita.

Nara Sumber:
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Thu, 19/06/2008

Tipe anak ADHD

TIGA TIPE
Secara umum gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu;
* Tipe Predominantly Hyperactive-impulsive.
Ciri-ciri: tak bisa diam, berlarian, memanjat-manjat, terburu-buru menjawab meski pertanyaan belum selesai, tak sabar berada dalam antrean, dan sebagainya.
* Tipe Predominantly Inattentive.
Ciri-ciri: sulit memusatkan perhatian, ceroboh, sering kehilangan barang karena lupa, belum selesai mengerjakan sesuatu sudah ditinggal untuk mengerjakan hal lain.
* Kombinasi keduanya.
Ciri-ciri: menunjukkan ciri-ciri dari keduanya.

PENANGANAN TEPAT
Bila orangtua sudah menemukan salah satu atau beberapa ciri-ciri anak dengan gangguan ADHD, sebaiknya segera bawa anak ke ahlidalam hal ini psikolog/psikiateruntuk mendapatkan penanganan yang tepat. Prinsipnya, lebih baik orangtua "curiga" dahulu meski kemudian tak terbukti, daripada menunda kecurigaan dengan risiko penanganannya terlambat. Oleh psikolog/psikiater, anak dan orangtua akan diobservasi lebih lanjut dengan beberapa tes/pertanyaan. Bila memang terbukti anak mengalami kesulitan belajar karena ADHD, maka penanganan yang akan dilakukan adalah:
* Pemberian obat.
Bertujuan mengurangi sensitivitas transporter dopamin sehingga dopamin yang bisa diserap oleh reseptor lebih banyak. Dengan demikian diharapkan anak lebih bisa konsentrasi dan mempunyai kontrol diri. Jenis obat-obatan yang diberikan antara lain golongan amfetamin, aferadin, dexmethylphenidate, dan sebagainya. Pemberian obat ini harus dengan pengawasan dokter dan akan dihentikan bila dirasa cukup, jadi tak dikonsumsi anak selamanya.
* Terapi perilaku.
Seiring dengan pemberian obat, anak diminta menjalani terapi perilaku. Tujuannya, mengajari anak melakukan sesuatu sebagaimana mestinya. Seperti diketahui, anak-anak ini umumnya tak bisa duduk diam, memusatkan perhatian, mendengarkan orangtua/guru yang sedang berbicara, menggunakan alat tulis dengan benar, dan sebagainya.
* Remedial teaching programme.
Setelah anak lebih bisa memusatkan perhatian, maka diharapkan adanya remedial teaching programme. Program ini melibatkan pihak sekolah untuk mengejar ketertinggalan anak pada pelajaran yang diberikan.

Sumber : Majalah NAKITA, Narasumber: Dr. Tjin Wiguna, Sp.KJ.,dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

MENGENAL SI ADHD

Anak dengan gangguan ADHD sangat sulit memusatkan perhatian karena kurangnya dopamin yang berfungsi untuk mengatur kontrol diri dan konsentrasi. Akibatnya, materi pelajaran yang disampaikan guru banyak yang terlewat begitu saja. Sampai saat ini belum diketahui penyebabnya mengapa transporter dopamin yang ada dalam otak menjadi lebih sensitif sehingga pada anak dengan gangguan ADHD produksi dopamin justru terserap kembali. Beberapa ahli menduga hal ini karena kelainan neurobiologi dan genetik, kelainan metabolik, kerusakan otak (brain injury) pada masa prenatal dan perinatal.

CIRI-CIRI
Sebenarnya, anak dengan gangguan ADHD sudah bisa terdeteksi sejak bayi, dengan beberapa ciri yang khas, semisal lebih lasak, tidur lebih sebentar, sulit memusatkan perhatian dan sebagainya. Jadi, gangguan ini tidak muncul tiba-tiba di usia prasekolah/sekolah. Kalaupun orangtua merasa sudah terlewat mendeteksi di usia sebelumnya, berikut ciri-ciri yang harus diwaspadai:
+ Rentang perhatian sempit.
Anak-anak ini mempunyai rentang perhatian yang sempit dan mudah teralih, daya ingat yang buruk (lupa mengerjakan PR, sering kehilangan barang karena lupa, bermasalah dengan janji yang dibuat sendiri), sulit mempelajari hal baru terutama yang membutuhkan kemampuan daya ingat, mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau rutinitas tertentu.
+ Hiperaktif
Tak bisa duduk diam saat makan maupun di kelas, selalu bergerak dan berlarian, menyentuh benda-benda yang ada di sekitarnya, membuat kegaduhan dengan alat-alat tulis yang sedang dipegangnya, terlihat "sok tahu" saat membicarakan sesuatu sementara ia sendiri tak mengerjakan apa yang dibicarakannya itu.
+ Tantrum
Memiliki problem emosi seperti mudah marah dengan sebab yang tidak jelas, mudah tersinggung, pemurung, tak acuh, dan suka mengasingkan diri dari lingkungan, impulsif (bertindak sebelum berpikir), kekanak-kanakan (perilaku tak sesuai dengan usianya), dan keras kepala.
+ Ciri lainnya:
- Membuat kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca, misalnya huruf b dibaca d, kata roda dibaca dora, serta minimnya penguasaan jumlah kata.
- Lambat mempelajari hubungan antara huruf dan bunyi.
- Kesulitan mempelajari huruf, angka, tanda-tanda dalam matematika (-, x, +), nama-nama hari dalam seminggu.
- Tidak menyukai permainan pasel.
- Tidak menyukai pelajaran menggambar dan prakarya.
- Lambat dan tak bisa mengerjakan beberapa tugas yang diberikan sekaligus.
- Buruk dalam hal perencanaan.
- Disfungsi motorik, seperti sulit memegang alat tulis, gunting, gangguan motorik halus dan koordinasi.

Sumber : Majalah NAKITA, Narasumber: Dr. Tjin Wiguna, Sp.KJ.,dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jika Si Kecil Kelewat Aktif

Rasa ingin tahu yang besar tapi impulsif membuat anak hiperaktif berbakat menjadi pecandu narkoba.

Bila anak balita Anda tidak bisa diam, kerap agresif terhadap teman-temannya, sebaiknya periksakan dia ke psikolog atau psikiater anak. Bisa jadi dia tergolong anak yang hiperaktif atau attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Hiperaktif adalah keadaan neurologik-perilaku dengan gejala yang meliputi kurangnya perhatian, mudah beralihnya perhatian, hiperaktivitas, dan gelisah yang berlebihan. "Anak sering melakukan tindakan-tindakan yang bersifat implusif, tanpa memperhatikan situasi," ujar Dokter Dharmawan A. Purnama, psikiater dan staf pengajar Universitas Tarumanagara, Jakarta, Selasa lalu. Psikiater lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 2008 itu memperkirakan 3-7 persen dari anak usia sekolah dan 4 persen orang dewasa di Indonesia menderita ADHD. Dibandingkan dengan anak perempuan, anak lelaki lebih banyak menyandang ADHD dengan perbandingan 3 : 1.
Biasanya,gejala hiperaktif mulai dikenali saat usia sekolah, meski dapat didiagnosis pada semua umur. Bila dibiarkan, anak akan sulit menyesuaikan diri di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan, lebih dari 30 persen anak dengan ADHD mengulang kelas selama setahun di sekolah. Nilai akademis dan pencapaian skor mereka di sekolah sering kali di bawah rata-rata kelas.
Bila tidak ditangani secara baik, pada usia remajanya anak hiperaktif akan suka mencoba-coba. Penelitian menunjukkan, sekitar 75 persen remaja hiperaktif tanpa pengobatan menjadi pecandu narkoba. Sedangkan yang menjalani pengobatan hanya 25 persen yang menyalahgunakan narkoba. "Kecenderungan mereka menjadi pengguna narkoba karena salah satu sifat anak hiperaktif adalah rasa ingin tahunya besar tapi impulsif,"

Namun, sejauh ini belum ada bukti penyebab biologis seorang anak menderita hiperaktif. Kebanyakan penelitian menunjukkan adanya gen hiperaktif yang diturunkan oleh orang tua. Bila ada riwayat keluarga yang hiperaktif, ada kemungkinan generasi selanjutnya juga hiperaktif.

Penyebab lain adalah gangguan pada kehamilan: ibu yang merokok, stres yang ekstrem saat hamil, atau terpapar alkohol. Penyebab lainnya adalah kekurangan oksigen ketika akan melahirkan, sehingga terjadi luka otak akibat trauma. Anak-anak yang lahir prematur pun berisiko hiperaktif.
Menurut Dharmawan, penanganan anak hiperaktif bisa dengan pemberian obat yang mengurangi perilaku hiperaktif dan membuatnya lebih fokus. Namun, obat tidak menyelesaikan masalah. Terapi perilaku juga diperlukan.

Sumber: Dharmawan A. Purnama,koran TEMPO,Edisi 25 Juli 2009

Penanganan terhadap ADHD

Apa pun bentuk penanganan yang Anda pilih, dengan atau tanpa obat, hal utama yang perlu diperhatikan adalah menerima dan memahami kondisi anak. Orangtua dan pendidik perlu memahami bahwa tingkah laku si anak yang tidak pada tempatnya didasari oleh keterbatasan dan gangguan yang ia alami.
Bukan berarti orangtua dan pendidik lantas mengabaikan kedisiplinan, melainkan anak dibantu untuk memenuhi peraturan. Misalnya, agar anak dapat menyelesaikan tugas pada waktunya, bagilah tugas ke dalam beberapa bagian kecil (beberapa nomor), tetapkan pula batas waktunya dengan jelas. Usahakan agar ruang belajar bebas dari gangguan, seperti suara, pernak-pernik maupun orang-orang yang hilir mudik. Menempatkan anak di barisan paling depan dan memberikan tepukan lembut juga dapat membantunya untuk memusatkan perhatian.

Berbagai tips praktis di atas, tentu saja tidak akan bermanfaat, apabila penyebab dasarnya belum teridentifikasi. Untuk itu diperlukan kerja sama tim yang terdiri dari dokter, dokter spesialis, psikolog, psikiater, guru dan orangtua dalam proses identifikasi. Sesudah masalah teridentifikasi dengan jelas, program penanganan dapat dirancang dengan akurat.
Pada beberapa kasus, anak-anak dengan gangguan ini membutuhkan terapi, seperti terapi remedial, terapi integrasi sensori, maupun terapi lain yang sesuai dengan kebutuhannya. Pusat-pusat terapi semacam ini telah banyak berdiri, meskipun terbatas di kota-kota besar di Indonesia.
Ketekunan, konsistensi, kerja sama dan sikap mau mengubah diri sangatlah dituntut dari pihak orangtua dan pendidik. Dengan kasih sayang yang tulus, telah banyak orangtua dan pendidik yang berhasil membantu anak-anaknya mengatasi masalah mereka. Jadi, hiperaktivitas bukanlah masalah tanpa jalan keluar.

SUMBER: ArticleTunnel - BorobudurBiz

Stimulan bagi GPPH / ADHD

Stimulan
Sebagian besar anak-anak yang mengalami GPPH mendapat perawatan medis berupa obat-obatan stimulan. Stimulan dipercaya dapat meningkatkan produksi dopamine dan norepinephrine, yaitu neurotransmiter otak yang penting untuk kemampuan memusatkan perhatian dan mengontrol perilaku. Ritalin dengan kandungan methylphenidate adalah salah satu stimulan yang paling banyak diresepkan.
Sementara mengonsumsi stimulan, anak akan mengikuti terapi dan modifikasi perilaku. Setelah terapi dan modifikasi perilaku membuahkan hasil, dosis stimulan akan dikurangi secara bertahap sampai akhirnya lepas obat sama sekali. Demikian pendekatan yang paling banyak digunakan selama ini. C Keith Conners PhD membuktikan efektivitas pendekatan ini melalui penelitiannya yang disponsori oleh Institut Kesehatan Mental Nasional Amerika (NIMH).

Di sisi lain, banyak juga pihak yang menentang pendekatan ini. Salah satunya adalah gerakan Alternative Mental Health di Amerika. Mereka memandang stimulan lebih banyak mendatangkan kerugian daripada manfaat. Para pakar yang bergabung dalam gerakan ini dengan giat melakukan penelitian tentang peranan nutrisi, diet, dan herbal untuk mengatasi GPPH. Hasil penelitian mereka dapat dipantau melalui situs www.alternativementalhealth.com.

Alasan yang lebih masuk akal dikemukakan oleh Sydney Walker III yang juga menentang penggunaan stimulan. Sydney mengingatkan, bahwa GPPH adalah sekumpulan gejala yang dilatarbelakangi beragam penyakit dan gangguan, sehingga tidaklah tepat menyamaratakan penanganannya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa belum ada penelitian tentang efek jangka panjang stimulan. Penelitian Conners yang dianggap terhebat sekalipun hanya berlangsung dalam waktu 14 bulan.
Bahkan, Sydney mulai melihat kecenderungan anak-anak yang mengonsumsi stimulan tertentu lebih mudah menjadi pecandu narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) di usia dewasa. Selain struktur biokimia-nya yang mirip dengan kokain, konsumsi stimulan membuat anak-anak terbiasa mencari jalan keluar yang instan. Kurt Cobain-penyanyi grup Rock Nirvana yang tewas bunuh diri-diangkat oleh Sydney sebagai contoh anak hiperaktif yang mendapatkan penanganan yang salah. Ia terjerat narkoba sampai akhir hayatnya.

SUMBER: ArticleTunnel - BorobudurBiz

faktor penyebab GPPH / ADHD

Faktor penyebab
GPPH dapat muncul sebagai efek dari adanya infeksi bakteri, cacingan, keracunan logam dan zat berbahaya (Pb, CO, Hg), gangguan metabolisme, gangguan endoktrin, diabetes, dan gangguan pada otak. Dengan mengatasi penyakit atau gangguan yang melatarbelakanginya, maka hiperaktivitas pun dapat tertanggulangi.
Penyakit keturunan seperti Turner syndrome, sickle-cell anemia, fragileX, dan Marfan syndrome juga dapat menimbulkan GPPH. Itulah sebabnya mengapa GPPH juga dapat ditemukan dalam garis darah keluarga turun-temurun. Dalam kasus seperti ini, GPPH dapat dikurangi dengan menghindari hal-hal yang menjadi keterbatasan mereka.
Selain itu, masalah dalam integrasi sensorik serta gangguan persepsi dapat melatarbelakangi timbulnya GPPH. Terkait dengan masalah ini diperlukan terapi khusus yang terfokus pada kekurangan tiap individu.

GPPH juga dapat bersumber pada gaya hidup yang tidak sehat. Konsumsi minuman berkafein (kopi, teh, coklat, cola, dan lain-lain) yang berlebihan, pola makan dengan gizi tak seimbang, serta kuantitas dan kualitas tidur yang kurang memadai disebut-sebut sebagai faktor yang turut menyumbang munculnya masalah ini.
Terkadang GPPH hanyalah dampak dari pola kehidupan yang kurang disiplin. Tanpa kedisiplinan yang konsisten, akhirnya mereka tumbuh menjadi anak-anak yang malas, sembrono, sulit mengendalikan diri, dan mematuhi peraturan. Untuk menanganinya diperlukan modifikasi perilaku dan kesediaan orangtua untuk mengubah pola asuh mereka. Dalam hal ini, psikolog memegang peranan yang penting untuk merancang program modifikasi perilaku dan memotivasi orangtua dalam menciptakan pola asuh yang lebih tepat.

SUMBER: ArticleTunnel - BorobudurBiz

Hiperaktivitas, Bisakah Disembuhkan..?

Hiperaktivitas adalah salah satu aspek dari Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau yang dikenal dengan istilah Attention Deficit with/without Hyperactivity Disorder (ADD/HD). GPPH mencakup gangguan pada tiga aspek, yaitu sulit memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas. Apabila gangguan hanya terjadi pada aspek yang pertama, maka dinamakan Gangguan Pemusatan Perhatian (ADD), sedangkan bila ketiga aspek terkena imbas gangguan barulah disebut GPPH (ADHD).

Anak-anak yang sulit memusatkan perhatian biasanya menampilkan ciri-ciri, seperti ceroboh, sulit berkonsentrasi, seperti tidak mendengarkan bila diajak bicara, gagal menyelesaikan tugas, sulit mengatur aktivitas, menghindari tugas yang memerlukan pemikiran, kehilangan barang-barang, perhatian mudah teralih, dan pelupa.
Sedangkan, ciri-ciri dari hiperaktivitas adalah terus-menerus bergerak, memainkan jari atau kaki saat duduk, sulit duduk diam dalam waktu yang lama, berlarian atau memanjat secara berlebihan yang tidak sesuai dengan situasi, atau berbicara berlebihan. Sementara itu, impulsivitas ditampilkan dalam perilaku yang langsung menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan, sulit menunggu giliran dan senang menginterupsi atau mengganggu orang lain.

Bukan penyakit
Sydney Walker III, Direktur Institut Neuropsikiatris California Selatan, dalam bukunya Hyperactivity Hoax, menyatakan bahwa kesalahan mendasar dalam penanganan GPPH adalah memandangnya sebagai suatu diagnosa. GPPH bukanlah suatu penyakit, melainkan sekumpulan gejala yang dapat disebabkan oleh beragam penyakit dan gangguan.
Ambillah contoh, pusing. Pusing bukanlah penyakit tetapi suatu gejala. Pusing bisa merupakan gejala influenza. Juga bisa disebabkan terlambat makan, tekanan darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Atau, bahkan bisa merupakan gejala tumor otak. Memberikan satu obat yang sama untuk semua gejala pusing, jelas tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan dapat memperburuk kondisi pasien.
Demikian pula halnya dengan GPPH. Tidaklah tepat bila memberikan obat atau pendekatan yang sama kepada semua anak yang mengalami GPPH, tanpa memahami terlebih dahulu penyakit atau gangguan yang melatarbelakanginya.

Sumber: ArticleTunnel - BorobudurBiz

Tips ADHD bagi orang tua

ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Gangguan ini telah terlihat sejak masa kanak-kanak, dan dapat dianalisa langsung oleh ahli perkembangan anak (psikolog). Gangguan ini berdampak pada cara anak berpikir, bertindak dan merasa.

PENYEBAB
Hingga saat ini penyebab ADHD belum dapat dipastikan. Terdapat berbagai teori tentang penyebab ADHD, sebuah teori mengasumsikan konsumsi gula atau zat aditif yang berlebihan dalam makanan sebagai penyebabnya. Sedangkan teori yang lain menyatakan bahwa faktor genetis adalah penyebab utama.Para ahli masih meneliti bagian otak tertentu dan zat-zat yang mempengaruhi.

GEJALA
ADHD dapat ditengarai sejak anak berusia sangat kecil. Pada bayi, gejala yang nampak, adalah:
• Terlalu banyak bergerak, sering menangis, dan pola tidurnya buruk
• Sulit makan/minum
• Selalu kehausan
• Cepat marah/sering mengalami temper tantrum
Pada anak balita, gejala ADHD yang kerap terlihat, adalah:
• Sulit berkonsentrasi/memiliki rentang konsentrasi yang sangat pendek
• Sangat aktif dan selalu bergerak
• Impulsif
• Cenderung penakut
• Memiliki daya ingat yang pendek
• Terlihat tidak percaya diri
• Memiliki masalah tidur dan sulit makan
• Sangat cerdas, namun prestasi belajar tidak prima.
Tidak semua anak yang mengalami ADHD terlihat memiliki gejala ini, karena sangat tergantung pada tingkat ADHD yang diidap.

SOLUSI
Diketahui ada dua cara mengatasi untuk menangani ADHD; pharmacological dan nonpharmacological. Penanganan pharmacological diterapkan tergantung pada hasil diagnosa dokter dan psikolog. Umumnya dokter memberikan obat-obatan pada anak.
Selama masa terapi ini, sangat disarankan agar orang tua senantiasa berhubungan dengan dokter. Hal yang penting diperhatikan saat terapi adalah dampak obat terhadap anak, seperti; penurunan berat badan, perubahan selera makan, sulit tidur malam, dan cenderung mengalami kepanikan. Sedangkan nonpharmacological adalah cara alternatif menangangi ADHD tanpa obat, yaitu; pendidikan khusus, terapi perikalu dan psikoterapi seluruh keluarga.

TIPS UNTUK ORANG TUA
Jika anak Anda diketahui mengidap ADHD, ada beberapa petunjuk praktis yang sangat disarankan oleh para ahli :
• Atur dan batasi kegiatan individual anak, seperti menonton televisi, bermain PS2, atau mendengarkan musik dengan earphone.
• Tetapkan sebuah tugas sederhana untuk dilakukan oleh anak setiap hari, seperti; membereskan mainannya, meletakkan handuk di gantungan sehabis mandi, dll. Cara ini dapat melatih anak berkonsentrasi.
• Kembangkan ketrampilan anak mengatur waktu dengan mengajaknya membuat jadwal harian
• Mengatur rutinitas anak berolahraga

SUMBER : CONECTIQUE.COM ( CONECTING WOMEN) PARENTING

Beda anak Hiperaktif & Superaktif

1.ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Ciri-ciri:

* Hiperaktivitas.
Anak tak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan perhatiannya pada hal lain. Ciri lainnya, tidak fokus bicara alias mengeluarkan saja apa yang ingin dikatakannya tanpa peduli apakah lawan bicara mengerti/tidak apa yang dibicarakannya. Anak juga cuek ketika ada yang memanggilnya.

* Anak sulit "diberi tahu".
Bila orangtua melarang atau memintanya melakukan sesuatu, ia cuek atau tetap melakukan apa yang ingin dilakukannya.

*Destruktif.
Anak suka merusak. Mainan tak digunakan sebagaimana mestinya, tapi bisa dibanting-banting hingga rusak.

* Impulsif.
Suka melakukan sesuatu tanpa tujuan yang jelas, sekadar menuruti keinginannya saja. Misal, ia ingin naik turun tangga dan itu dilakukan tanpa tujuan.

* Tak kenal lelah.
la bisa terus berlarian keliling rumah seharian meski orangtua sudah memintanya berhenti.

* Intelektualitas rendah.
Karena perhatiannya mudah teralihkan, dia hanya menerima informasi sepotong-sepotong. Akibatnya, apa yang diajarkan padanya tidak utuh diterima.

2. ADD (Attention Deficit Disorder)
Di Indonesia, kasus ADD tak sebanyak ADHD. Meski sama-sama mengalami gangguan pemusatan perhatian, tapi anak ADD tak disertai hiperaktivitas. Walaupun sedang duduk diam, anak sepertinya mendengarkan penjelasan yang diberikan padanya, tapi informasi itu hanya diterima sepotong-sepotong karena perhatiannya mudah teralihkan.

3. SUPERAKTIF
Ciri-ciri:

* Bisa tetap fokus.
Meski sekilas anak ini terus bergerak/ tak bisa diam, tapi dia tidak mengalami gangguan pemusatan perhatian. la tetap fokus dengan apa yang dikerjakannya saat itu. Bila diberikan mainan yang membutuhkan penyelesaian, seperti pasel, ia akan menyelesaikannya. Beda dengan anak hiperaktif, yang cepat bosan dan tak menyelesaikan permainannya.


* Konstruktif.
Tenaganya yang berlebih digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya. Setidaknya, ia akan berusaha untuk menyusun secara konstruktif permainan yang diberikan.

* Bisa merasa lelah.
Setelah lelah melakukan aktivitasnya, anak juga bisa capek. Biasanya kalau capek, ia akan berhenti dan istirahat/tidur.

* Intelektualitas lebih baik.


4. AKTIF
Ciri-cirinya hampir sama dengan anak superaktif, bedanya, tenaga anak aktif lebih sedikit.
Meski sama-sama terus bergerak, tapi anak aktif punya batasan yang hampir sama dengan anak normal. Umumnya cerdas, ia terus bergerak untuk mencari tahu hal-hal yang membuatnya penasaran. la bisa menyelesaikan dengan baik tugas yang diberikan. Pada beberapa bidang, umumnya juga lebih kreatif

Sumber : Tabloid Nakita,Kamis, 16 Juli 2009

Peran Ortu dan Guru tehadap anak ADHD

Peran Orangtua

Dalam menerapkan pendekatan-pendekatan di atas, peran orangtua di rumah sangatlah penting. Tak boleh dianggap remeh. Selain itu, harus ada kerjasama yang baik antara orangtua dan pihak sekolah di mana anaknya belajar.
- Sebaiknya ada kerjasama untuk bisa menentukan kesepakatan-kesepakatan mengenai hal-hal yang diharapkan dan harus dilakukan anak. Buatlaj jadual kegiatan sehari-hari. “Hari ini kita akan ke sekolah, pulang sekolah ke tempat terapi, setelah itu pulang ke rumah.” Biasakan anak untuk menempatkan barang-barang miliknya di suatu tempat yang telah ditentukan. Minimalisasikan pilihan; “Kamu mau belajar matematika atau bahasa Indonesia?” dari pada “Kamu belajar apa?”
- Mengarahkan anak dalam menyelesaikan tugas yang kompleks. Misalnya, untuk mengajari menulis, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah cara memegang pensil dengan benar. Bila tangannya belum kuat, sebaiknya dilakukan latihan penguatan otot tangan (misalnya dengan play doh busa sabun dan lain-lain).
- Pada modifikasi perilaku, orangtua harus menentukan prioritas perilaku spesifik yang akan diubah. Misalnya, membereskan buku setelah belajar. Kemudian buatlah kesepakatan bila anak telah melaksanakan (membereskan buku-bukunya) dengan baik, akan memperoleh reward. Bila sebaliknya juga harus menerima punishment. Agar berhasil, sebaiknya orangtua membantu mengarahkan anak secara terstruktur tentang bagaimana mencapai perilaku yang diharapkan. Misalnya, dalam membereskan buku sebaiknya satu persatu, baru kemudian dimasukkan ke dalam tas dan lain sebagainya.

Peran Guru

Guru dapat melakukan cara yang sama seperti halnya yang dilakukan orangtua di rumah. Namun, sebaiknya disesuaikan dengan konteks bersekolah. Berikut beberapa hal yang bias dan sebaiknya dilakukan guru dalam penerapan pendekatan yang telah disebut di atas.
- Membuat perencanaan belajar. Misalnya menuliskan jadual kegiatan harian di papan tulis secara tersusun dari atas ke bawah. “Hari ini kita akan belajar perkalian, mengamati tumbuh-tumbuhan, mencatat PR dan istirahat!” Berikan peringatan atau pemberitahuan bila akan terjadi perubahan jadual. Mendudukkan siswa dekat dengan guru dapat dilakukan untuk meminimalisasi gangguan dari siswa lain dan guru pun akan mudah mengontrol. Bila diperlukan, terutama pada saat kondisi kelas benar-benar terganggu, siswa dapat dievakuasi ke tempat khusus (ke perpustakaan misalnya).
- Menjaga perhatian anak, yaitu dengan memberikan tanda-tanda yang dapat mengingatkan siswa dan mengarahkannya kembali pada tugasnya. Hal tersebut bias dilakukan dengan menyentuh punda, mengetuk pensil ke meja (saat anak mulai melamun atau terganggu perhatiannya). Berikan instruksi yang singkat dan usahakan ada kontak mata saat instruksi diberikan. Modifikasikan tugas atau instruksi. Misalnya, dengan memberi warna atau garis bawah pada instruksi yang penting adan utama.
- Berikan kesempatan pada anak untuk beristirahat setelah menyelesaikan tugasnya. Misalnya dengan memberikan tugas mengambil buku di kantor, membagikan buku ke teman-temannya atau menyampaikan pesan ke guru lain.
- Bantu anak untuk mendengarkan. Yaitu, dengan cara; Usahakan agar instruksi atau penjelasan diberikan dengan suara yang jelas, keras dan tidak tergesa-gesa. Gunakanlah alat Bantu atau alat peraga seperti gambar saat menjelaskan sehingga anak akan tertarik. Saat menjelaskan sesekali berikan pertanyaan dan libatkan anak dalam diskusi.
- Terapkan displin dengan membuat “kontrak” perilaku berikut konsekuensinya.

Beberapa hal dapat dilakukan oleh orangtua maupun guru dalam mempersiapkan anak ADHD untuk memasuki gerbang sekolah. Belajar memang tidak mudah, namun bila diterapkan dengan kesabaran, sikap positif dan ikhlas hasilnya Insya Allah akan tidak mengecewakan. Anak akan merasa nyaman dan berkembang dengan konsep diri yang positif. Reward terhadap setiap keberhasilan akan membuat anak menjadi termotivasi, anak akan berusaha lebih keras untuk mengarahkan dirinya kea rah yang lebih baik lagi.
Yang tidak kalah pentingnya dari semua itu adalah kerjasama dan komunikasi yang baik antara orangtua dan guru dengan satu tujuan demi kebaikan perkembangan anak. Masing-masing memerlukan keterbukaan yang positif dan kesabaran.
Perlu difahami pula bahwa anak ADHD adalah individu yang unik, karena itu ada beberapa di antara mereka memang harus bersekolah di sekolah khusus.Melalui pendidikan di sekolah khusus (biasanya guru-gurunya lebih memahami kondisinya), kesulitan belajarnya bias diminimalisasi dengan mengarahkan pada strategi belajar yang sesuai dengan kelebihan dan kekurangannya.

Sumber : majalah anak sepesial. October 2, 2009 by: admin

Anak ADHD Bersekolah

SEKILAS, Andro bisa dikatakan sebagai anak hiperaktif atau mengalami attention deficit hyperactivity disorder, atau sering disebut sebagaI ADHD. Yaitu, ketidakmampuan memusatkan perhatian pada kejadian utama yang terjadi di lingkungannya. Anak-anak semacam Andro mudah sekali terganggu oleh rangsangan – bahkan yang sangat sederhana seperti pintu terbuka, kertas yang terjatuh dan lain sebagainya – yang ada di sekitarnya. Selain itu, sering melakukan gerakan yang berlebihan, tidak terarah sehingga sulit mengorganisasikan dirinya. Mereka cenderung impulsif, tidak pernah memikirkan akibat dari ulahnya. Mereka terlihat kurang matang dalam mengenali aturan-aturan sosial yang berlaku.

Apa pun kondisinya anak-anak semacam Andro harus memasuki gerbang sekolah untuk belajar. Sekali lagi harus belajar. Tak ada pilihan lain!
Belajar, merupakan suatu proses yang ditentukan oleh beberapa hal, di antaranya adalah perhatian dan konsentrasi. Bagi anak semacam Andro (ADHD) belajar merupakan proses yang sulit karena mereka tidak memahami bagaimana cara belajar. Kurangnya kemampuan berkonsentrasi membuat segala instruksi dari guru di kelas yang sifatnya kompleks dan terdiri dari beberapa langkah merupakan kesulitan tersendiri untuk dilaksanakan. Barangkali, hal ini terjadi karena mereka hanya mampu menangkap sebagian instruksi tersebut (tidak lengkap).

Untuk membantu mereka, “ bagaimana cara belajar” menjadi hal yang sangat penting. Dari mana sebaiknya harus memulai untuk menyelesaikan tugas, bagaimana mengarahkan perhatiannnya agar tidak mudah terpecah dan bagaiamana bila keduanya dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Dalam membantu anak ADHD belajar, ada beberapa pendekatan yang bias dilakukan. Masing-masing dapat saling berkaitan untuk mendorong perilaku yang positif.
- Memberikan Struktur : yaitu, memberikan batasan-batasan yang jelas mengenai apa yang harus dilakukan saat akan memulai berikut segala konsekuensinya.
- Analisis Tugas : yaitu, memecah tugas besar menjadi komponen-komponen yang memisahkan langkah-langkah yang diperlukan. Misalnya, menyusun dari yang paling kompleks dalam urutan yang masuk akal (logis).
- Modifikasi Perilaku : yaitu, membentuk perilaku yang diinginkan dengan memberikan reward maupun punishment.

Sumber : majalah anak sepesial. October 2, 2009 by: admin

Treatment untuk ADHD

TREATMENT
Studi yang begitu lama membuktikan bahwa kombinasi antara obat-obatan dan psikoterapi (behavioral therapy) dan manajemen medikasi yang tepat, terapi yang intensif dan komunitas treatment yang rutin telah menolong anak-anak dengan gangguan ADHD menjadi lebih baik. Menurunnya intensitas kecemasan, membaiknya penampilan di sekolah, meningkatnya kualitas hubungan antara orangtua-anak, meningkatkan kemampuan sosial merupakan keuntungan pemberian treatment secara dini, tentunya dengan medikasi yang rendah dosis.

Kadang beberapa anak menunjukkan efek buruk dari medikasi, oleh karenanya perlunya pengawasan ketat dalam pemberian obat-obatan, apalgi bila anak tersebut disertai dengan gangguan kecemasan dan depresi. Haruslah berhati-hati dalam memberi obat-obatan medis

a) Medikasi
Jenis obat simultan berguna menurunkan gejala hiperaktif dan kompulsif, beberapa anak juga dilaporkan meningkatnya konsentrasi, pekerjaan dan belajar. Selain itu obat jenis simultan juga meningkatkan koordinasi tubuh sehingga anak tidak menemui kesulitan dalam melakukan pekerjaan tangan atau berolahraga.
Jenis simultan dianggap paling baik, dalam dosis yang rendah tidak akan membuat anak seperti “fly”. Selama pemberian obat dalam dosis rendah dan terkontrol jenis simultan ini dianggap tidak menimbulkan adiktif. Dalam treatmen juga diusahakan manajemen pemberian obat-obatan, misalnya seminggu sekali atau pada waktu siang hari
Jika dalam seminggu tidak memberi pengaruh meningkatkan performance, dokter akan meningkatkan dosis, jika tidak juga memberi pengaruh maka dokter akan mengganti dengan obat jenis lainnya.

Sumber : www.pikirdong.com
Artikel Psikologi | 03/2009 | Pikirdong | Psikologi

SIMTOM ADHD

SIMTOM

Gejala diagnosa bila 6 gejala atau lebih menetap minimal selama 6 bulan atau lebih yang berpengaruh pada tingkat perkembangan mental;
1) Gejala gangguan tipe atensi:

a) Sulit berkonsentrasi, mengorganisir tugas, atau mempersiapkan peralatan untuk tugas
b) Mudah terpengaruh atau kehilangan konsentrasi bila ada faktor gangguan atau suara
c) Tidak mampu berkonsentrasi pada hal-hal detil atau mengikuti instruksi
d) Sering membuat kesalahan pada tugas disekolah atau aktivitas tertentu
e) Gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas penting di sekolah
f) Mudah lupa
g) Seperti tidak menyimak pembicaraan, terlihat lesu atau kurang bergairah dan sering melamun

2) Gejala gangguan tipe hiperaktif-kompulsif :

a)Selalu terlihat aktif, ingin melakukan sesuatu
b)Gelisah, selalu melipat tangan atau kakinya ketika duduk
c)Tidak bisa diam, selalu ingin bergerak
d)Pada anak relatif kecil suka berlari, melompat dan memanjat secara konstan
e)Berbicara setiap waktu
f)Langsung menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan
g)Tidak sabar dalam menunggu giliran
h)Suka menyeletuk pembicaraan orang lain

3) Tipe kombinasi antara gangguan atensi dan hiperaktif-kompulsif :

Setiap anak yang diduga mengidap gangguan ADHD haruslah hati-hati dalam kesimpulan diagnosa, karena simtom yang ada bisa saja menyerupai seperti gangguan ADHD akan tetapi sebenarnya anak tersebut bisa saja dalam kondisi medis tertentu, atau dalam situasi stress yang dapat mempengaruhi perilakunya menyerupai gangguan ADHD. Oleh sebab itu kondisi tersebut haruslah didiagnosa oleh tenaga profesional yang sudah berpengalaman dibidangnya.

Dalam melakukan diagnosa, tenaga profesional (bahkan terlibat beberapa bidang ahli di dalamnya seperti; psikiater, psikolog, dokter anak, neurologis, tenaga sosial) akan melakukan assessment secara klinis dengan melihat akademik dan situasi sosial anak, fungsi emosi dan kemampuan dalam perkembangan.

ADHD Pada Anak-anak

Tanda-tanda adanya gangguan ADHD sebenarnya sudah dapat dideteksi sejak anak masa pra sekolah. Kurangnya atensi, hiperaktif dan kompulsif merupakan tanda-tanda yang langsung dapat ditangkap adanya gangguan pada anak, misalnya saja anak tidak suka atau kehilangan minat untuk bermain, berlari kesana-kemari dan tidak dapat mengontrol keinginannya untuk menyentuh benda-benda disekitarnya. Bila orangtua menangkap gejala tersebut seharusnya segeralah membawa anaknya ke dokter anak atau psikolog. Penangan secara dini akan memberikan kontribusi perilaku yang lebih baik ketika anak memasuki tahap perkembangan selanjutnya.

Gangguan hiperaktif-kompulsif mungkin secara langsung bisa terlihat pada perilaku anak, namun tidak pada tipe gangguan atensi, anak terlihat dapat bekerjasama dengan orang sekitarnya, sehingga tipe ini kadang terabaikan secara kasat mata.
Untuk mendiagnosa secara tepat, tenaga profesional biasanya akan mengumpulkan data-data secara lengkap untuk memutuskan diagnosis apakah anak tersebut mengidap gangguan ADHD atau tidak, data tersebut berupa;
- latar belakang keluarga anak
- Kemungkinan gangguan pendengaran
- Ketidakmampuan belajar
- Kecemasan dan depresi
- Pengaruh obat-obatan sebelumnya yang memungkinkan terjadinya gangguan otak
- Kondisi fisik seperti kondisi lobus frontal
- Test psikologi (adaptasi sosial, kesehatan mental, test intelligensi,test prestasi)
- Situasi-situasi pencetus stress pada anak

Beberapa test lainnya dapat diberikan oleh terapis berupa tes kemampuan membaca, pemecahan matematika, atau beberapa papan permainan. Tenaga profesional kadang juga perlu melakukan obervasi secara langsung dalam kehidupan sang anak. Bila ditemukan adanya gangguan ADHD secara pasti, tenaga ahli akan membicarakan masalah ini kepada gurunya di sekolah, guru juga akan dilibatkan dalam mendiagnosa gangguan tersebut, biasanya guru akan diberikan sebuah form evaluasi (behavior rating scales) perilaku anak untuk diisi oleh guru yang bersangkutan.

ADHD Bersumber di Otak

ADHD (attention deficit/hyperactivity disorder) alias gangguan konsetrasi yang selama ini dituding sebagai salah satu jenis autis, ternyata bersumber dari gangguan neurotransmitter tertentu dalam otak.Namun penelitian terbaru oleh National Institute on Drug Abuse (NIDA) yang dipublikasikan di jurnal American Medical Association, September lalu, belum berani memastikan penyebab gangguan ini, walau telah berhasil memetakan lokasi penyebab ADHD di bagian otak.

Penelitian soal ADHD pertama kali dipublikasikan George F. Masih pada 1902 silam. Namun meski telah lebih dari 1 abad, penyebab pasti ADHD belum sepenuhnya dipahami.Hasil penelitian menunjukkan, ada banyak faktor mendasar dalam ADHD diantaranya kurangnya perhatian, impulsif dan hiperaktif. Penyebabnya dikaitkan dengan masalah genetik dan kerentanan neurobiologis. Tapi masalah dasar dianggap dalam gangguan neurotransmitter tertentu dalam otak.

Hasil penelitian NIDA menunjukkan bahwa transmisi dopamin, yakni sejenis zat kimia yang diperlukan untuk fungsi normal dari sistem saraf pusat, terganggu dalam beberapa jalur otak pada orang dengan ADHD.Kesimpulan itu diambil Dr. Nora Volkow dan rekan membandingkan 54 foto otak orang dewasa dengan ADHD dan 44 orang dewasa tanpa gangguan.Para peneliti menemukan bahwa otak dari orang-orang dengan ADHD, memiliki konsentrasi dopamin reseptor dan transporter yang berkurang, khususnya di daerah-daerah yang terlibat dengan imbalan dan motivasi, dan gangguan ini berhubungan langsung dengan keparahan kekurangan perhatian.

Temuan ini dapat menjelaskan mengapa anak-anak dan orang dewasa dengan ADHD mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas, ketika tidak ada hadiah langsung, namun mampu berkonsentrasi saat kegiatan yang mereka sukai atau yang dapat diselesaikan dengan mudah.Para peneliti mengatakan hal itu mungkin juga menjelaskan mengapa pasien ADHD cenderung komplikasi dengan penyalahgunaan narkoba dan obesitas. “Jalur ini memainkan peran penting dalam penguatan, motivasi, dan dalam mempelajari bagaimana menghubungkan berbagai rangsangan dengan imbalan,” kata Volkow.Dr Andrew Adesman, kepala pediatri perkembangan dan perilaku di Schneider Children’s Hospital di New York, menyetujui hasil studi tersebut. Ia menyebutkan, harus dilakukan penelitian lanjutan terhadap hubungan antara ADHD dan defisit dopamin di daerah tertentu dari otak pertengahan.Namun ia menyatakan, meskipun ada kemajuan identifikasi penelitian pada otak pasien dengan ADHD, diagnosis klinis ADHD tetap satu, “ADHD tidak dapat didiagnosis dengan neuroimaging,” ujarnya.

Volkow mengatakan hasil penelitian mereka juga memperteguh kepercayaan untuk terus menggunakan obat stimulan dalam pengobatan ADHD, karena hal itu akan memperbaiki jalur dopamin dalam meningkatkan motivasi dan meningkatkan perhatian pada tugas-tugas kognitif. “Tapi penelitian ini harusnya juga menggugah semua orang untuk lebih perduli pada ADHD, terutama para guru dengan murid yang ADHD,” ujarnya.Ia menyebutkan, salah satu masalah pada anak dengan ADHD adalah masalah motivasi. Para guru, ujarnya, dapat mencari cara untuk meningkatkan daya tarik dan relevansi sekolah bagi anak-anak ini. “Ini kesempatan besar untuk mengembangkan kurikulum yang jauh lebih menyenangkan dan menarik untuk anak-anak menderita ADHD,” tandasnya.


Health Care | Thu, Oct 8, 2009 at 21:07 | Jakarta, matanews.com

Faktor-faktor yang meningkatkan ADHD

Beberapa faktor resiko yang meningkatkan terjadinya ADHD.

•Kurangnya Deteksi dini
•Gangguan pada masa kehamilan (infeksi, genetic, keracuanan obat dan alkohol, rokok dan stress psikogenik)
•Gangguan pada masa persalinan (premature, postmatur, hambatan persalinan, induksi, kelainan persalinan)

Gejala Klinis

Gejala yang timbul dapat bervariASI mulai dari yang ringan hingga yang berat, gejala ADHD sudah dapat dilihat sejak usia bayi, gejala yang harus dicermati adalah sensitive terhadap suara dan cahaya, menangis, suka menjerit dan sulit tidur. Waktu tidur yang kurang sehingga bayi seringkali terbangun. Sulit makan ASI dan minum ASI. Tidak senang digendong, suka membenturkan kepala dan sering marah berlebihan. Keluhan yang terlihat pada anak yang lebih besar adalah, tampak canggung, sering mengalami kecelakaan, perilaku berubah-ubah, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak-anak lainnya, kurang konsentrASI, tidak bisa diam, mudah marah, nafsu makan buruk, koordinASI mata dan tangan tidak baik, suka menyakiti diri sendiri dan gangguan tidur.

Untuk mempermudah diagnosis pada ADHD harus memiliki tiga gejala utama yang nampak pada perilaku seorang anak yaitu:
Inatensi : Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian
•Hiperaktif :Perilaku yang tidak bisa diam
•Impulsive :Kesulitan untuk menunda respon (dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak sabar)

TREATMENT

Terapi yang diberikan untuk tatalaksana pasien ADHD harus dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai dari EdukASI dengan keluarga, terapi perilaku hingga penatalaksanaan dengan obat-obatan farmASI. Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah
•Terapi Obat-obatan :Terapi penunjang terhadap impuls-impuls hiperaktif dan tidak terkendelai, biasanya digunakan antidepresan seperti Ritalin, Dexedrine, desoxyn, adderal, cylert,buspar, clonidine
•Terapi nutrisi dan diet:Keseimbangan diet karbohidrat protrein
•Terapi biomedis :Suplemen nutrisi, defisiensi mineral, dan gangguan asam amino
•Terapi perilaku


Sumber : www.klikdokter.com

Pengertian ADHD (attention deficit hyperactivity disorder)

DEFINISI
ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

Epidemiologi
Angka kejadian DHD di seluruh dunia diperkirakan mencapai hingga lebih dari 5 %. Dimana dilaporkan lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Di amerika penelitian menunjukan kejadian ADHD mencapai hingga 7 %

Patogenesis
Beberapa penelitian belum dapat menyimpulkan penyebab pasti dari ADHD. Seperti halnya dengan gangguan perkembangan lainnya (autisme), beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya ADHD adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, Tingkat kecerdasan (IQ), terjadi disfungsi metabolism, hormonal, lingkungan fisik dan sosial sekitar, asupan gizi, dan orang-orang dilingkungan sekitar termasuk keluarga.
Beberapa teori yang sering dikemukakan adalah hubungan antara neurotransmitter dopamine dan epinephrine. Teori faktor genetik, beberapa penelitian dilakukan bahwa pada keluarga penderita, selalu disertai dengan penyakit yang sama setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Orang tua dan saudara penderita ADHD memiliki resiko hingga 2- 8 x terdapat gangguan ADHD.
Terori lain menyebutkan adanya gangguan disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi oleh berbagai gangguan neurotransmitter sebagai pengatur gerakan dan control aktifitas diri.

sumber : www.klikdokter.com